Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Kisah bermula dari Raja Iskandar Zulkarnain yang di benua barat disebut The Great Alexander (Iskandar yang Agung). Sebutan The Great diberikan kepada Raja Iskandar Zulkarnain karena beliau adalah seorang Kaisar (maharaja) yang mampu menaklukkan dunia belahan barat dan timur. Beliau disegani dan ditakuti orang di seluruh dunia pada jamannya. Namun beliau tetap tidak sombong dan selalu beriman dan bertakwa kepada Allah swt.
Pada tahun 322 SM, Iskandar Zulkarnain berjalan diatas bumi menuju ke tepi bumi. Tepi bumi ini sebutan orang pada jaman itu, sebelum Columbus menemukan benua Amerika pada tahun 1492, pada saat itu anggapan semua orang bahwa bumi ini tidak bulat.
Iskandar Zulkarnain menuju tepi bumi tersebut ditemani oleh seorang Malaikat yang bernama Rafa’il, atas perintah dari Allah swt.
Ditengah perjalanan, mereka berbincang dan Raja Iskandar Zulkarnain bertanya kepada Malaikat Rafa’il, “Wahai Malaikat Rafa’il, ceritakanlah kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit?!”
Malaikat Rafa’il menjawab, “Ibadah para malaikat di langit diantaranya ada yang berdiri terus-menerus tidak mengangkat kepalanya, ada yang sujud tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya”.
Mendengar keterangan itu, Iskandar Zulkarnain tercengang dan tercenung, dalam benaknya timbul keinginan bisa melakukan hal yang sama seperti para malaikat, niatnya hanya satu agar dapat beribadat kepada Allah selama-lamanya.
Kemudian raja Iskandar berkata, “alangkah senangnya seandainya aku bisa hidup bertahun-tahun dalam beribadat kepada Allah”.
Lalu Malaikat Rafa’il berkata, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air di bumi, namanya Ainul Hayat yang artinya Sumber Air Hidup, maka barangsiapa yang meminumnya seteguk, maka orang itu tidak akan mati sampai hari kiamat atau sampai dia memohon sendiri buat kematiannya kepada Allah swt”.
Kemudian Raja bertanya lagi, “Wahai Malaikat Rafa’il, apakah anda tahu dimana gerangan keberadaan Ainul Hayat tersebut?”.
Malaikat Rafa’il menjawab, “Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di bagian bumi yang gelap”.
Pada tahun 322 SM, Iskandar Zulkarnain berjalan diatas bumi menuju ke tepi bumi. Tepi bumi ini sebutan orang pada jaman itu, sebelum Columbus menemukan benua Amerika pada tahun 1492, pada saat itu anggapan semua orang bahwa bumi ini tidak bulat.
Iskandar Zulkarnain menuju tepi bumi tersebut ditemani oleh seorang Malaikat yang bernama Rafa’il, atas perintah dari Allah swt.
Ditengah perjalanan, mereka berbincang dan Raja Iskandar Zulkarnain bertanya kepada Malaikat Rafa’il, “Wahai Malaikat Rafa’il, ceritakanlah kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit?!”
Malaikat Rafa’il menjawab, “Ibadah para malaikat di langit diantaranya ada yang berdiri terus-menerus tidak mengangkat kepalanya, ada yang sujud tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya”.
Mendengar keterangan itu, Iskandar Zulkarnain tercengang dan tercenung, dalam benaknya timbul keinginan bisa melakukan hal yang sama seperti para malaikat, niatnya hanya satu agar dapat beribadat kepada Allah selama-lamanya.
Kemudian raja Iskandar berkata, “alangkah senangnya seandainya aku bisa hidup bertahun-tahun dalam beribadat kepada Allah”.
Lalu Malaikat Rafa’il berkata, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air di bumi, namanya Ainul Hayat yang artinya Sumber Air Hidup, maka barangsiapa yang meminumnya seteguk, maka orang itu tidak akan mati sampai hari kiamat atau sampai dia memohon sendiri buat kematiannya kepada Allah swt”.
Kemudian Raja bertanya lagi, “Wahai Malaikat Rafa’il, apakah anda tahu dimana gerangan keberadaan Ainul Hayat tersebut?”.
Malaikat Rafa’il menjawab, “Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di bagian bumi yang gelap”.
"ini hanya sebuah gambaran, bukan keadaan aslinya" |
Setelah Raja mendengar keterangan tersebut, segera Raja mengumpulkan para ‘Alim Ulama pada jaman itu untuk mendiskusikan tentang keberadaan Ainul Hayat. Sehingga salah seorang dari ‘alim ulama itu pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah membaca didalam wasiatnya Nabi Adam as, beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan Ainul Hayat itu di bumi yang gelap”.
“Dimanakah tempat bumi gelap itu?” tanya Raja Iskandar Zulkarnain.
‘Alim Ulama itu pun menjawab, “yaitu ditempat keluarnya matahari”.
Kemudian Raja Iskandar pun bersiap-siap untuk mendatangi tempat tersebut dengan menyiapkan 1000 ekor kuda betina yang masih perawan karena kuda betina perawan adalah jenis kuda yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap. Lalu Raja memilih diantara tentaranya dengan membawa 6.000 orang tentara terpilih yang cendekiawan dan ahli mencambuk, yang salah seorang diantara tentara-tentara tersebut adalah Nabi Khidir as yang pada saat itu menjabat sebagai perdana menteri.
Kemudian berjalanlah mereka dengan Nabi Khidir as berjalan di depan pasukan-pasukannya sebagai pimpinan rombongan besar.
Menurut riwayat yang diceritakan oleh Wahab bin Munabbah, bahwa Nabi Khidir as adalah anak dari bibi Raja Iskandar Zulkarnain.
Setelah menempuh perjalanan jauh maka mereka jumpai dalam perjalanan bahwa tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah kiblat. Kemudian mereka tidak berhenti-henti menempuh perjalanan dalam waktu 12 tahun, sehingga sampai di tepi bumi yang gelap itu, ternyata gelapnya itu memancar seperti asap, bahkan seperti gelapnya waktu malam.
Kemudian seorang tentara yang cendekiawan mencegah Raja masuk ke tempat gelap tersebut dan tentara-tentaranya berkata pula kepada Raja, “Wahai Raja, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk tempat yang gelap ini, karena tempat ini adalah sangat berbahaya sekali”.
Raja pun berkata, “Namun, kita harus memasukinya, tidak boleh tidak!!”.
Kemudian ketika Raja hendak masuk ke area gelap itu, maka mereka semua membiarkannya. Siapakah yang berani membantah perintah maharaja yang disegani di dunia barat dan timur.
Kemudian Raja memberikan perintah penting kepada seluruh tentara pengikutnya, “Diamlah dan tunggulah kalian di tempat ini selama 12 tahun, jika aku bisa kembali datang kepada kalian dalam masa 12 tahun itu, maka kedatanganku dan kesetiaan kalian termasuk baik dan mendapat pahala dari Allah swt dan jika aku tidak bisa kembali datang sampai 12 tahun kemudian, maka pulanglah kembali ke negeri kalian!”.
Sebelum memasuki tempat yang gelap tersebut, kemudian raja bertanya kepada Malaikat Rafa’il, “Apabila kita melewati tempat yang gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita dibelakang sana?”.
“Tidak bisa kelihatan”, jawab Malaikat Rafa’il, “akan tetapi aku memberimu sebuah mutiara, jika mutiara itu ke atas bumi, maka mutiara tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras, dengan demikian maka kawan-kawan anda akan mengetahui bahwa anda tersesat di dalam tempat gelap tersebut”.
Kemudian Raja Iskandar Zulkarnain mulai memasuki area gelap tersebut dengan memerintahkan Nabi Khidir as untuk menemaninya bersama beberapa tentara yang ikut masuk dan yang lainnya lagi menunggu di tepi luar area gelap tersebut.
Pada saat mereka berjalan pada tempat gelap tersebut, maka Allah memberi wahyu kepada Nabi Khidir : “Wahai Khidir, bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu letaknya berada disebelah kanan jurang dan Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu!”.
Setelah Nabi Khidir menerima wahyu Allah tersebut, maka beliau berkata kepada pasukannya, “berhentilah kalian di tempat ini dan janganlah kalian meninggalkan tempat ini sebelum aku datang kembali kesini !”.
Kemudian beliau berjalan menuju ke sebelah kanan jurang, maka didapatilah oleh beliau sebuah Ainul Hayat yang menjadi misteri itu. Kemudian Nabi Khidir as turun dari kudanya dan beliau langsung melepas pakaiannya dan turun ke “Ainul Hayat” (Sumber Air Hidup) tersebut, dan beliau terus mandi dan minum sumber air hidup tersebut, maka dirasakan oleh beliau airnya lebih manis daripada madu.
Setelah beliau mandi dan meminum Ainul Hayat tersebut kemudian beliau keluar dan segera menemui Raja Iskandar Zulkarnain yang pada saat itu Raja tidak tahu sama sekali apa yang telah terjadi terhadap Nabi Khidir as.
Demikianlah sesungguhnya yang bermaksud mencari Ainul Hayat adalah Raja Iskandar Zulkarnain, namun Allah berkehendak lain, karena yang mendapat anugerah untuk hidup selamanya adalah Nabi Khidir as.
Dan Raja Iskandar Zulkarnain keliling di dalam tempat yang gelap tersebut selama 40 hari, tiba-tiba tampak oleh Raja sinar seperti kilat, maka terlihat oleh Raja bumi tiba-tiba berwarna merah dan terdengar suara gemericik dibawah kaki kuda.
Tanya Raja kepada Malaikat Rafa’il, “suara apakah ini yang bergemericik dibawah kaki kuda?”.
Malaikat Rafa’il menjawab, “Gemericik ini adalah suara benda-benda, apabila seseorang mengambilnya, niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak mengambilnya, niscaya ia akan menyesal juga”.
Suara gemericik itu membuat orang-orang termasuk Raja menjadi penasaran, benda-benda tersebut tidak bisa terlihat karena gelapnya tempat tersebut. Namun semua orang ragu-ragu dalam menentukan sikap, mengambil benda-benda itu atau tidak?
Kemudian sebagian pasukan ada yang mengambil benda-benda itu namun hanya sedikit dan sebagian yang lain tidak ikut mengambil benda-benda tersebut. Setelah mereka keluar dari tempat gelap tersebut, ternyata benda-benda tersebut adalah permata yaqut yang berwarna merah dan zamrud yang berwarna hijau. Maka menyesallah pasukan yang mengambil benda-benda itu karena mengambilnya hanya sedikit, apalagi para pasukan yang tidak mengambilnya, pasti lebih menyesal lagi, kenapa mereka bodoh tidak mengambil permata yang mahal harganya itu.
Demikianlah kisah Nabi Khidir bisa berumur panjang. Bukti bahwa Nabi Khidir bisa berumur panjang adalah dari adanya kisah-kisah yang menyebutkan bahwa beliau sudah ada sejak zaman Nabi Musa as, lalu beliau juga pernah bertemu dengan Rasulullah SAW dan bahkan pernah berguru ilmu fiqih kepada Imam Abu Hanifah.
Setelah berguru kepada Imam Abu Hanifah, beliau mengajarkan ilmunya kepada Abul Qasim Al Qusyairi, sang jenius yang pernah menulis seribu kitab.
Sumber : Kumpulan Kisah Nabi Khidir oleh MB. Rahimsyah.